BIOADATA PELAKU CERITA
NAMA : IWAN
UMUR : 25 TAHUN
ALAMAT : MEDAN
PEKERJAAN : KARYAWAN

Pacarku Yang Terlalu Haus Sex Banget

Suatu hari, Ira bertanya kepadaku, "Mas, apakah saya tidak normal dalam hal seks?" Daripada langsung menjawab pertanyaan Ira, saya memutuskan untuk bertanya balik, "Ir, apakah kamu tahu tentang batasan yang disebut tidak normal dalam hubungan seks?" Ira menjawab bahwa dia tidak tahu. Lalu saya menjelaskan padanya bahwa segala cara, gaya, dan frekuensi melakukan hubungan seks akan dianggap normal jika dilakukan oleh kedua belah pihak dengan persetujuan dan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lain.

WanitaKetika pasangan kita memaksakan keinginannya sendiri dan melakukan tindakan yang tidak kita sukai, itu menunjukkan bahwa dia menderita penyimpangan seksual yang disebut "deviasi seksual" atau "abnormalitas". Belakangan ini, saat aku berhubungan intim dengan Ira, dia sering menjilat dan menghisap jari telunjukku. Semakin kuat gerakanku saat bercinta dengan Ira, semakin bernafsu ia menjilati dan menghisap jari telunjukku. "Ira, kamu suka mengisap jari telunjukku saat bercinta ya? Tampaknya kamu sangat terangsang saat kamu bisa melakukannya," tanyaku. Ira menjawab, "Ya, Ira sangat terangsang saat bisa mengisap jari telunjukmu karena jarimu kadang menyentuh langit-langit mulutku dan itu terasa geli serta sangat merangsang."

Setelah mendengar jawabannya, aku mulai mempertanyakan apakah Ira baru-baru ini memiliki fantasi seksual yang baru selama berhubungan intim. Aku merasa yakin bahwa jari telunjukku sudah terbayang di pikiran Ira sebagai "kontol kedua" yang bisa dinikmati bersama dengan kontolku. Keyakinan ini muncul dari ekspresi dan reaksi positif yang ditunjukkan oleh Ira saat mengisap jari telunjukku. Lalu aku bertanya, "Ira, apakah kamu tertarik untuk mencoba 'threesome' dengan menambahkan satu pria lagi pada saat kita bercinta?" Ira kaget dan tidak bisa berkata-kata sejenak. Aku mencoba menjelaskan bahwa ini hanya sebuah tawaran yang bisa ditolak jika dia tidak tertarik untuk melakukannya.

Saat aku menyentuh topik ini, Ira mengaku senang menjilati dan mengisap jari telunjukku saat kita bercinta. Dia berkata, "Benar, Mas. Baru-baru ini aku sering fantasi tentang rasanya tubuhku disentuh dan dicumbu oleh dua pria sekaligus. Aku ingin bisa memainkan dua penis di tempat tidur yang sama ...... meskipun takut untuk mencobanya, keinginan itu selalu muncul setiap kali kita bercinta, baik dengan Mas maupun suamiku. Tapi aku masih ragu dan takut." Aku mencoba meyakinkan Ira lagi, "Rasa ragu dan ketakutan saat mencoba sesuatu yang baru adalah normal. Yang terpenting adalah keputusanmu sendiri, apakah kamu ingin mencobanya atau tidak," kataku. "Aku mau, Mas. Tapi aku takut bahwa semakin banyak orang yang tahu bahwa sebagai istri, aku tidak setia pada suamiku sendiri. Saat ini hanya Mas yang tahu," jawabnya. Keputusan Ira untuk mencoba "threesome" penting, meskipun ada kekhawatiran tentang kerahasiaan dan tanggungjawab. Tapi aku yakin Mas dapat menjaga rahasia dan memberi pengalaman yang menyenangkan bagi Ira. Bahkan aku sendiri sering menikmati "threesome" dengan sahabatku, Iwan, yang pria lajang berusia 32 tahun. Dia dikenal sebagai seorang pemikat wanita yang tinggi dan tampan, serta memiliki ukuran kontol yang besar untuk standar orang Indonesia.

Selain memiliki postur tubuh yang baik, kelebihan lain dari Iwan adalah kepribadiannya yang ramah dan mudah bergaul dengan orang-orang baru, serta dapat dipercaya. Saya menghubungi dia, dan dia setuju untuk menunggu sampai saya menghubunginya kembali. Pada hari yang telah direncanakan, saya menghubungi Ira dan memberitahunya bahwa hari ini saya akan memperkenalkan teman saya kepadanya. "Mas, apakah benar-benar serius dengan rencana 'threesome' itu?" tanya Ira. Saya menjawab, "Itu akan kita bicarakan nanti, yang penting kita bertiga bertemu terlebih dahulu dan tentunya keputusan apakah akan melanjutkan acara 'threesome' atau tidak ada di tangan Ira sendiri." "Baiklah, mas, jemput Ira di tempat biasa jam 11 ya," pinta Ira. Jam 10.30, saya bersama Iwan pergi menjemput Ira. Ketika kami sampai di tempat tujuan, Iwan langsung berkomentar, "Wow, istri orang itu keren banget, kenapa baru sekarang saya dikenalkan padanya."

Saya memperkenalkan Iwan kepada Ira, dan kami bertiga, Ira duduk di depan saya, bergerak ke arah utara kota Jakarta. Selama perjalanan, Iwan dengan aktif membuka pembicaraan dengan Ira untuk menciptakan suasana yang lebih akrab antara mereka berdua. Tujuan saya adalah sebuah motel di daerah Pluit yang bernama PT, di mana selain kamarnya yang bagus, makanannya juga enak. Makan siang dilakukan di dalam kamar, dan setelah makan siang, kami melanjutkan dengan menonton laser disc sambil ngobrol-ngobrol. Ketika Ira selesai dari kamar mandi, dekat pintu kamar mandi, saya sempat bertanya kembali kepada Ira apakah Ira ingin melanjutkan dengan acara 'threesome' atau merasa tidak cocok dengan Iwan. Ira menjawab ".

Iwan yang tampan, dan untuk acara tersebut, Ira tetap diam, hanya tersenyum dengan makna yang dalam kepadaku. Saya dapat menangkap isyaratnya. Ira ingin mencoba 'threesome' tetapi malu untuk mengatakannya. Kembali ke kamar tidur, Ira duduk di sofa di samping Iwan, dan saya duduk di sebelah kanan Ira. Posisi duduk di sofa tersebut membuat Ira duduk di tengah, diapit oleh saya di sebelah kanan dan Iwan di sebelah kirinya. Film yang diputar melalui laser disc sangat menarik, sebuah film drama percintaan dengan adegan-adegan ranjang yang halus namun cukup merangsang. Percakapan di antara kita bertiga semakin hidup, dan terlihat bahwa kekakuan Ira dengan kehadiran Iwan sebagai kenalan barunya mulai hilang. Saya berpikir bahwa sekarang saatnya bagi saya untuk mengambil inisiatif "menyerang" Ira.

Saat aku mengelus paha putih Ira, dia melirik ke arahku dan tersenyum cantik. Aku terus melanjutkan elusan tanganku di atas pahanya, bahkan sesekali menyusup lebih tinggi lagi mendekati pangkal pahanya. Meskipun aku tetap fokus menatap layar TV, aku tak lupa mencuri pandang ke arah Iwan. Namun, Iwan masih belum bereaksi dan terus mengikuti film yang ditayangkan di TV. Aku semakin leluasa merambah dan mengelus naik turun sampai ke sekitar pangkal pahanya, membuat Ira sering menggelinjang menahan rangsangan akibat ulahku. Rok mini Ira semakin tersingkap, dan aku terus melanjutkan perbuatan nakalku.

Kesempatan ini saya manfaatkan untuk terus merangsang Ira dengan menyusupkan tangan kanan saya ke dalam blus Ira. Saya mulai menyentuh pangkal toketnya dan Ira mendesis sambil berusaha mempertahankan posisinya agar tidak semakin bergoyang bersandar pada tubuh Iwan. Saya masih terhalang oleh BH yang dipakainya sehingga tangan saya belum bisa meremas dan memainkan toket Ira dengan bebas.

Kemudian, saya menurunkan tangan kanan saya untuk mengelus paha Ira lagi, dan kali ini tangan saya mulai menyelinap ke balik CD-nya. Ira terkejut dan menahan rangsangan ketika tangan saya menyentuh klitorisnya, dan tanpa sadar kepala Ira jatuh ke dada Iwan. Dengan cepat, tangan kiri Iwan menopang kepala Ira dan tangan kanannya mulai meraba payudara Ira. Ira mulai merintih pelan untuk menahan kenikmatan. Dengan tangan kanannya, Iwan mulai membuka satu per satu kancing baju Ira yang ada di bagian atas. Sementara itu, saya sendiri semakin ganas memutar-mutar klitoris Ira dengan tanganku. Erangan Ira semakin keras ketika tangan Iwan berhasil masuk ke dalam bra Ira dan mulai meremas payudara Ira dengan gerakan yang mampu membuat Ira sangat terangsang.

Goyangan kepala Ira semakin intens, dan dengan tangan kirinya Iwan mengangkat wajah Ira ke atas sehingga posisi bibir Ira sangat dekat dengan mulut Iwan. Tanpa menunggu lebih lama, Iwan mencium bibir Ira dengan penuh nafsu dan Ira membalasnya dengan gairah yang tak kalah kuat. Aku mengangkat kedua kaki Ira ke atas pangkuanku, kemudian kaki kanannya aku sandarkan di sandaran sofa. Dalam posisi seperti ini, tanganku semakin leluasa memainkan klitoris Ira yang sudah mulai basah.

Saya melihat Iwan, ternyata tangan kanannya masih terus meremas-remas bagian dada Ira, dan bibirnya sibuk mencium bibir Ira. Setelah Iwan melepaskan pelukannya, Ira berteriak "Pindah ke tempat tidur ... Ira ingin lebih bebas menikmati kalian berdua". Iwan dan saya bersama-sama membawa Ira ke tempat tidur. Saya melepas rok mini dan CD Ira, sementara Iwan melepas baju dan BH Ira. Sekarang Ira telanjang bulat dan tubuhnya yang putih serta montok itu seakan menantang untuk dijelajahi oleh saya dan Iwan. Saya membuka kaki Ira, sehingga terlihat dengan jelas klitoris Ira yang berwarna merah kecoklatan.

Turunkan kepala saya untuk memulai mengulum dan menjilati klitoris Ira. "Oh... oh... mas, Ira sangat menyukai saat Anda menjilati klitoris Ira," Ira mengerang menahan gairah yang saya berikan. Iwan ikut bermain dalam permainan ini, dia menekuk lututnya di antara kepala Ira sehingga posisi penisnya jatuh tepat di atas mulut Ira. Penisnya disodorkan mendekati mulut Ira dan saya melihat Ira sempat melihat ke wajah Iwan sambil tersenyum dan langsung mulai menjilati penis Iwan. Tangan Iwan dengan leluasa meremas dan memilin payudara Ira.

Sementara itu, saya terus merangsang klitoris Ira dengan penuh semangat. Saat ini, tangan kanan saya memutar-mutar klitoris Ira, sementara dua jari tangan kiri saya saya masukkan ke dalam vagina Ira. Ira bereaksi dengan menggeliat dan menggerakkan pinggulnya naik-turun seolah-olah sedang melakukan hubungan seks. Saya bertanya kepada Ira, "Apakah Anda menyukai cara kita berdua ini?" Ira hanya bisa menjawab dengan menganggukkan kepala, karena mulutnya masih berusaha untuk mengisap penis Iwan hingga pangkalnya. Penis Iwan memang besar, terlihat Ira kesulitan untuk mengisapnya hingga pangkalnya.

Saya melihat bahwa akhirnya Ira melepaskan isapan dari kontol Iwan dan mengatakan, "Wan, kontol kamu luar biasa besar, sulit bagi Ira untuk mengisapnya...". Saya menanggapinya dengan mengatakan, "Tapi kamu suka kan dengan kontol Iwan?", dan Ira berteriak, "Suka banget, Mas". Saya mengatakan pada Iwan, "Wan, sekarang kamu bisa bercinta dengan Ira dulu agar dia bisa merasakan betapa besar kontol kamu". Tanpa menunggu lebih lama lagi, Iwan langsung menempelkan kontolnya di bibir memek Ira dan mulai menggesek-gesekannya. Ira merintih menahan kenikmatan dan saya sendiri sangat terangsang melihat adegan itu. Kontol saya berdiri keras sekali, tetapi sementara ini saya tetap ingin menjadi penonton dulu. Kontol Iwan agak kesulitan untuk menembus memek Ira. Baru ujung kontolnya masuk, Ira sudah menjerit, "Wan... gila... sakit... rasanya seperti waktu Ira dulu diperawanin". Aku menggoda imajinasi Ira dengan mengatakan bahwa itu bukan Iwan, melainkan Dodi. Rayuanku berhasil, Ira menggeram sambil merintih bahwa dia ingin diperawanakan olehku. Iwan adalah pasanganku yang baik dan sudah terbiasa dengan situasi seperti ini, dan dia menjawab bahwa Ira mencintai Dodi, jadi biarkanlah kontol Dodi masuk ke dalam memek Ira. Iwan menekan kontolnya agar bisa masuk lebih dalam lagi. Ira bereaksi dengan berteriak bahwa itu sakit, dan meminta agar aku melakukannya dengan perlahan.

Saya melihat dengan jelas betapa sulitnya bagi Ira untuk menerima kontol Iwan, dan adegan ini semakin membuat saya terangsang. Namun, saya mencoba untuk menahan diri agar tidak segera berpartisipasi dan kehilangan adegan yang merangsang ini. Ira mengerang "acchhhh......pedih...mas Dodi......tolong entot saya perlahan......saya suka kontolmu......begitu besar......acchhh......pelan-pelan sayang......" Setengah dari kontol Iwan berhasil masuk ke dalam memek Ira, dan Ira sendiri berontak liar menahan rasa pedih dan nikmat yang dirasakannya. Saya justru mendorong Iwan agar lebih menancapkan kontolnya di dalam memek Ira dengan berkata "ayo Dod....entot dia.....Ira meminta untuk di-entot oleh kontolmu", dan saya bertanya kepada Ira "benarkah, Ir......kamu senang di-entot?" Tolong sampaikan jawabanmu segera. Jangan biarkan Dodi pergi lagi dari Ira. Ira meminta dengan suara keras, "Ayo, Dodi, aku sangat menginginkan kontolmu." Iwan langsung menekan kontolnya lebih dalam lagi ke dalam memek Ira setelah mendengar teriakan tersebut. Ira merasakan sakit namun tetap menikmati sensasi yang diberikan oleh Dodi. Dia meronta-ronta karena merasa puas dengan kontol yang jauh lebih besar dari miliknya.

Jeritan Ira semakin meningkat, dan tubuhnya bergerak liar tanpa terkendali ketika Iwan memposisikan Ira dalam posisi doggy style. Iwan sendiri terlihat sangat bernafsu saat melakukan penetrasi dari belakang terhadap Ira, tanpa mengurangi intensitas gerakan penisnya ke dalam vagina Ira meskipun Ira terus merintih antara rasa sakit dan kenikmatan. Adegan semacam itu membuatku tidak tahan lagi, segera aku berdiri di depan kepala Ira dengan posisi kaki yang terbuka lebar sehingga kepala Ira berada di antara pahaku.

Saya menawarkan untuk menjulurkan alat kelamin saya ke dalam mulut Ira untuk dijilati dan disedotnya. Ira kehilangan kendali, "mas Dodi...... ini alat kelamin siapa lagi......", sebelum Ira selesai berbicara, alat kelamin saya sudah masuk ke dalam mulut Ira dan dengan penuh nafsu Ira menjilati dan menyedot alat kelamin saya. Dorongan dari belakang oleh alat kelamin Iwan membuat Ira semakin tidak terkendali dalam menyedot alat kelamin saya sehingga sulit bagi saya untuk mengungkapkan kenikmatan yang saya rasakan. Ira melepaskan sedotannya dari alat kelamin saya, dan ia mengerang dan berteriak dengan keras, "...... mas Dodi...... Ira akan mencapai puncak...... Ira tidak tahan lagi..... aadduhhhhh ohhhhh.... begitu nikmat......", tubuhnya sejenak bergetar dengan liar...... dan kemudian ia rebah seperti tidak berdaya menahan kenikmatan yang baru saja ia dapatkan. Iwan perlahan-lahan menarik alat kelaminnya dari vagina Ira sambil diiringi dengan desahan Ira "aaaduuuhhhh..... begitu nikmat......".

Untuk beberapa saat, kami bertiga terdiam. Keheningan terputus ketika Ira berkata, "Maaf ya, Wan. Tadi Ira teriak memanggil-manggil nama Mas Dodi... setelah itu, ketika Mas Iwan akan masuk ke dalam Ira, rasanya sakit dan pedih seperti saat Ira pertama kali diperawanin oleh Mas Dodi... jadi Ira teringat padanya." "Yang penting bagi Mas Iwan, Ira puas. Malah, ketika Ira mulai menyebut-nyebut nama Mas Dodi, Mas Iwan semakin terangsang karena membayangkan dirinya sebagai Dodi yang sedang merawanin Ira," jawab Iwan. Ira melirik ke arah Iwan dan sambil melompat ke kamar mandi, Ira berkata, "Sekarang giliran kalian berdua untuk bergabung... segera kembali ya." Setelah keluar dari kamar mandi, Ira berdiri menghadap cermin rias sambil menyisir rambutnya.

Saya harus mengakui bahwa postur tubuh Ira sangat indah, putih dengan bentuk buah dada yang menantang. Saat Ira masih berdiri menghadap kaca, saya berdiri di belakangnya dan perlahan-lahan menyentuh tengkuknya dengan bibir saya. Ira merasa geli dan saya terus mencium tengkuknya sambil dengan lembut mengelus buah dadanya. Meskipun Ira berusaha untuk tidak menutup matanya, dia berusaha melihat kedua tanganku yang mengelus dan meremas buah dadanya di cermin. Ira tampak menikmati adegan ini. "Wan, ... ayo bergabung dengan kami ..." ajak saya.

Iwan bangun dari tempat tidur dan segera berjongkok di antara kaki Ira yang menghadap ke daerah intimnya. Iwan mulai menjilati sekitar bibir vagina Ira dengan lidahnya, sementara Ira tetap menatap ke cermin. Ira memegang rambut Iwan dan menggerakkan kepalanya seolah-olah mengarahkan lidah Iwan ke tempat yang diinginkannya. Nafas Ira semakin cepat, dan desahan kenikmatan mulai terdengar. Tanganku masih terus meremas dan memilin puting susu Ira. "Ira, lihat di cermin, clit kamu sedang disedot dan dijilati oleh Iwan, dan payudara kamu sedang diremas-remas... lihatlah," bisikku. Ira menatap cermin dan merintih pelan, "Terus lakukan... Ira sangat menikmatinya... enak sekali..."

Saya membasahi jari telunjuk saya dengan air liur, dan perlahan-lahan saya masukkan ke dalam anus Ira. Ira meronta, sambil tetap memegang rambut Iwan agar tetap menjilati klitorisnya, Ira mulai menggoyangkan pantatnya agar jari saya bisa masuk lebih dalam ke dalam anusnya. Ira kehilangan kendali, berteriak dan meronta, menginginkan lebih dari yang dia rasakan saat ini. Saya juga membasahi sekitar anus Ira dengan air liur saya, begitu juga dengan penis saya. Perlahan tapi pasti, saya tekan penis saya ke dalam anusnya, Ira menjerit ketika penis saya berhasil masuk ke dalam anusnya.

Ira mengeluarkan suara merintih, "ohhhhhhhhhh, aku datang lagi...... shhhhehhhhh,...aaddduuuuhhhh, aaacchhh..." Melihat Ira meronta-ronta, aku tidak bisa menahan diri lagi. Aku menekan kontolku dengan dalam ke anus Ira, diam tanpa bergerak untuk sepenuhnya merasakan jepitan anus Ira karena kontraksi lubangnya. "ooohhhh...Ira...... aku ingin keluar...... auuuuccchhhh..... shhhiiiiittttt...... Aku datang...Ira," teriakku sambil meremas toket Ira dengan kuat. Aku memeluk Ira dengan kedua lenganku, sementara Iwan tetap mengentot Ira dengan ritme yang pelan. Ira sudah tidak mampu membuka matanya lagi, bibirnya terkatup menahan kenikmatan.

Dengan perlahan, aku mencabut alat kelaminku dari anus Ira dan membiarkan Iwan yang berdiri melanjutkan hubungan seks dengan Ira. Aku duduk di sofa sambil memperhatikan mereka berdua berhubungan seks. Iwan mengangkat Ira ke tempat tidur, dengan posisi kaki Ira terjuntai ke lantai, Iwan berusaha memasukkan alat kelaminnya kembali ke dalam vagina Ira. Alat kelamin Iwan yang besar berhasil masuk setengahnya ke dalam vagina Ira, dan Ira menerima dengan pasrah saat Iwan menekan alat kelaminnya hingga masuk sepenuhnya. "Aduh...", hanya itu yang bisa diucapkan Ira. Gerakan Iwan dalam berhubungan seks dengan Ira tetap stabil dan perlahan, tetapi setiap kali menekan, Iwan selalu menekan alat kelaminnya hingga masuk sepenuhnya.

Reaksi dari hubungan intim Iwan terbukti sangat luar biasa, setiap kali Iwan menekankan organ intimnya, Ira pasti merintih "mas Iwannnn.... ampun.....ampun mas...... Ira merasa sangat puas", tanpa sadar, organ intimku kembali tegang tetapi aku merasa kasihan kepada Ira jika harus menghadapi organ intimku lagi. Aku mendekat kepada Ira dan dengan lembut aku memijat dan meremas payudaranya. Sentuhan-sentuhan yang aku lakukan membuat Ira semakin merintih, dan rintihan Ira yang semakin keras tersebut membuat Iwan semakin terangsang untuk meningkatkan kecepatan hubungan intimnya.

Ira berteriak meminta ampun kepada Mas Iwan karena ingin keluar lagi. Sementara itu, Mas Iwan memperlambat gerakannya dan menikmati sensasi yang dirasakan. Setelah beberapa saat, mereka berdua merasa puas dan merangkul satu sama lain dengan mesra. Sementara itu, aku hanya diam dan membiarkan mereka menikmati momen tersebut. Pada pukul 19.00, kami bertiga meninggalkan motel PT. Di tengah jalan, Ira mengatakan, "Mas Iwan, bagaimana bisa kontolmu begitu besar... rasanya masih mengganjal di memekku sampai sekarang." Iwan hanya tertawa dan dengan santai menjawab, "Kamu salah, Ir. Yang besar bukan kontol Mas Iwan... tapi memekmu yang terlalu sempit." Kami bertiga tertawa dengan riang dan setuju untuk melakukannya lagi... next time...